PENGGUNAAN HOMONIM BAHASA INDONESIA DALAM KALIMAT
I. PENDAHULUAN
Bahasa
merupakan alat komunikasi yang digunakan oleh manusia dalam kehidupan
sehari-hari. Dengan menggunakan bahasa maka manusia dapat menjalin hubungan
dengan manusia lain secara lancar dalam melakukan proses interaksi sosial.
Dalam bahasa Indonesia terdapat kata-kata yang sama
bentuknya, tetapi pengertiannya berbeda. Ada pula beberapa kata yang berbeda
tetapi mengandung pengertian yang sama. Hal semacam ini disebut dengan sifat
majemuk bahasa (Gudai, 1983 : 21). Sifat majemuk bahasa tersebut dapat
menimbulkan kekacauan semantik (makna),
yaitu apabila ada dua orang yang sedang
berkomunikasi dengan menggunakan kata yang sama bentuknya tetapi berbeda
artinya, atau sebaliknya. Dengan adanya hal tersebut, penutur bahasa bisa
dituntut untuk bisa berbahasa yang dapat
mewakili pengertian atau pesan yang dimaksud.
Satu kata dalam bahasa Indonesia dapat memiliki
makna lebih dari satu, untuk mengetahui dengan jelas makna yang dimaksud,
sebaiknya ditelusuri melalui konteks atau hubungan dengan kalimat.
Menurut Chaer (1990 : 85), hubungan atau relasi
kemaknaan mungkin menyangkut kesamaan makna
(sinonim), kebalikan makna (antonim), kelainan makna (homonim), dan sebagainya. Penggunaan
hubungan kemaknaan kata akan dapat membantu kita dalam penguasaan kosa kata.
Untuk mengembangkan kosa kata dan
keterampilan berbahasa, sangat diperlukan adanya usaha peningkatan dan
penguasaan kosa kata yaitu melalui pembelajaran kosa kata. Hal ini terutama
mengenai pembelajaran homonim.
Dengan demikian, kita dapat memahami
makna kata dan menyusunnya ke dalam
kalimat. Tarigan (1986 : 92)
juga berpendapat bahwa pengetahuan mengenai homonim dapat pula mengembangkan kosa kata.
II. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut :
1.
Apa saja faktor penyebab terjadinya homonim pada bahasa
Indonesia ?
2.
Macam-macam homonim apa sajakah yang terdapat dalam
bahasa Indonesia ?
III. PEMBAHASAN
a. Pengertian Homonim
Secara
etimologi kata, homonim berasal dari bahasa Yunani kuno onomo yang
berarti “nama” dan homo yang berarti “sama”. Secara harfiah
homonim diartikan sebagai nama yang sama untuk benda atau hal lain (Chaer, 2002
: 93). Kata-kata yang berhomonim memeperlihatkan adanya hubungan kemaknaan atau
relasi semantik. Hubungan kemaknaan pada homonim ini menyangkut masalah
kelainan makna.
Beberapa
ahli memberi batasan mengenai homonim. Homonim yaitu kata-kata yang mempunyai
bentuk yang sama tetapi artinya berbeda (Keraf, 1980 : 130). Sedangkan
(Aminudin, 1985 : 24) mengatakan bahwa homonim adalah beberapa kata yang
memiliki ujaran yang sama, tetapi memiliki makna yang berbeda.
Verhaar
(1985 : 153) mengemukakan pengertian homonim secara lebih luas. Menurutnya
homonim didefinisikan sebagai ungkapan lain, tetapi dengan perbedaan makna
diantara kedua ungkapan tersebut.
Dari
uraian di atas, dapat dilihat adanya dua pandangan yang berbeda. Perbedaan ini
terletak pada luasya cakupan. Pertama, homonim diartikan sebagai dua kata atau lebih yang sama ejaan dan
lafalnya, tetapi berbeda maknanya. Penekanannya adalah kata (bukan frasa atau
kalimat). Hal ini dapat dikembalikan pada pengertin awal, bahwa homonim adalah
nama sama untuk benda atau hal lain. Namun untuk benda atau hal lain itu, lebih
tepat mengacu pada kata. Pandangan kedua, homonim diartikan sebagai ungkapan
(frasa, kata atau kalimat) yang sama tetapi berbeda artinya.
Dalam
kajian ini diprioritaskan pada pandangan pertama, mengingat banyak kasus yang
terdapat dalam bahasa Indonesia. Dengan demikian mengacu pada homonim yang
diartikan sebagai dua kata atau lebih yang sama ejaan dan lafalnya, tetapi
artinya berbeda.
Contoh
cara penulisan homonim homofon dalam Poerwadharminta (1984 : 145) :
Bisa
I : Zat racun yang dapat menyebabkan
luka busuk atau mati.
Bisa II :
Dapat atau boleh (Poerwadharminta, 1984 : 145).
Contoh
cara penulisan homonim homofon dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia:
¹Bisa
:…………………….
²Bisa
:…………………….
b. Penyebab Homonim
Sudah
menjadi kenyataan, bahwa bahasa atau dialek antar bangsa atau daerah yang satu
dengan bangsa yang lain itu berbeda-beda. Namun, dari perbedaan itu ada
beberapa kata yang kebetulan memiliki
kesamaan bentuk dan ucapannya. Kesamaan atau kemiripan tersebut dapat
menyebabkan terjadinya homonim.
Faktor-faktor
yang menyebabkan terjadinya homonim dapat diuraikan di bawah ini:
Chaer
(2002 : 95) mengemukakan bahwa penyebab terjadinya homonim adalah:
Pertama,
bentuk-bentuk yang brerhomonim itu berasal dari bahasa atau dialek yang berlainan.
Misalnya, kata bisa yang berarti “racun ular” berasal dari bahasa
Melayu, sedangkan kata bisa yang berarti “sanggup” berasal dari bahasa Jawa.
Kedua,
bentuk-bentuk yang berhomonim itu terjadi sebagai hasil proses morfologis.
Umpamanya mengukur dalam kalimat “Ibu sedang mengukur kelapa di
dapur” adalah berhomonim dengan kata
mengukur dalam kalimat “Andi sedang mengukur tinggi tiang bendera”. Jelas,
kata mengukur yang pertama terjadi sebagai hasil proses pengimbunan
awalan me- pada kata kukur (me- + kukur = mengukur), sedangkan
kata mengukur yang kedua tejadi sebagai hasil proses pengimbuhan awalan me-
pada kata ukur (me + ukur = mengukur). Kecuali dua kemungkinan penyebab
itu, homonim dapat terjadi karena pengaruh bahasa asing (Subroto, 1991 : 24).
Dari
dua pandangan itu, penyebab terjadinya homonim dapat dirumuskan sebagai
berikut:
1. Bentuk-bentuk yang
berhomonim berasal dari bahasa atau dialek yang berlainan
Adanya pengaruh bahasa
daerah dan dialek dapat menyebabkan terjadinya homonim, misalnya :
a Kata bisa
Kata
bisa yang berarti “racun” berasal dari bahasa Melayu. Sedangkan kata bisa
yang berarti “dapat” berasal dari bahasa
jawa. (Chaer, 2002 : 95)
b Kata baku
Kata
baku yang berarti “utama” berasal dari bahasa Jawa. Sedangkan kata baku
yang berarti “saling” berasal dari bahasa Gorontalo. (Ngefanen, 1990 : 98)
c. Kata asal
Kata
asal yang berarti “kalau” berasal dari dialek Jakarta. Sedangkan kata asal
yang berarti “pangkal / permulaan”
berasal dari bahasa Jawa.
(Chaer, 2002 : 95)
d. Kata hamba
Kata
hamba yang berarti “saya” berasal dari bahasa Minangkabau. Sedangkan
kata hamba yang berarti ”budak”
berasal dari bahasa Jawa kuno. (Ngefanen, 1990 : 82)
2. Bentuk-bentuk yang
berhomonim terjadi sebagai proses morfologis
Proses morfologis ialah
proses pembentukan kata-kata dari satuan lain yang merupakan bentuk dasarnya
(Ramlan, 1987 : 51). Kata-kata yang memiliki ejaan dan lafal yang berbeda akan
dapat menjadi kata-kata yang ejaan dan lafalnya sama. Hal ini akan terjadi bila
kata-kata tersebut mengalami proses morfologis
Misalnya :
a. Kata mengurus
Kata mengurus
pada “Ibu mengurus rumah tangga dengan baik” bermakna “mengatur” kata mengurus
pada “Budi badannya mengurus “ bermakna “menjadi kurus”.
Kata
mengurus yang pertama berasal dari proses pengimbuhan me- dengan kata urus
(me + urus = mengurus). Sedangkan kata mengurus yang kedua berasal dari
proses pengimbuhan me- dengan kata kurus (me + kurus = mengurus).
b. Kata mengukur
*Ibu
sedang mengukur kelapa.
*Andi
sedang mengukur tinggi tiang bendera.
Kata
mengukur yang pertama terjadi sebagai hasil proses pengimbuhan awalan me- pada
kata kukur (me + kukur = mengukur). Sedangkan kata mengukur yang
kedua terjadi sebagai hasil proses pengimbuhan awalan me- pada kata ukur
(me + ukur = mengukur). Kedua kata tersebut memiliki bentuk yang sama tetapi
berbeda artinya.
3. Pengaruh bahasa asing
Pada
kenyataannya masyarakat Indonesia bertemu dengan masyarakat modern yang lain di
dunia. Pertemuan itu berarti bertemunya antar budaya di segala bidang, sehingga
bahasa Indonesia mendapat pengaruh dari bahasa asing yang menyebabkan
terjadinya homonim.
Misalnya
:
a.
Kata kopi
Kata
kopi I yang berarti “nama buah untuk minuman” berasal dari bahasa Belanda koffei.
Sedangkan kata kopi II yang berarti “salinan” berasal dari bahasa
Inggris copy. (Subroto, 1990 : 35)
b.
Kata abu
Kata abu yang
berarti “ayah” berasal dari bahasa Arab. Sedangkan kata abu yang berarti
“sisa pembakaran” berasal dari bahasa Austronesia kuno. (Ngefanen, 1990 : 35)
c.
Kata bala
Kata
bala yang berarti “kekuatan / pasukan” berasal dari bahasa Sansekerta
“bala” (bala tentara = pasukan tentara). Sedangkan kata bala yang
berarti “bencana, malapetaka” berasal dari bahasa Arab “balaun” (menolak bala =
menolak bencana). (Zain, : 78)
c. Macam-macam homonim
Pandangan
tentang homonim terdapat dua pendapat. Pertama, bahwa homonim terbatas pada
kata. Kedua, di samping kata juga meliputi frase dan kalimat.
Homonim dalam arti sempit
mencakup homograf dan homofon. Menurut Keraf (1998 : 37) dalam bahasa Indonesia
homonim masih dapat dibedakan lagi atas homograf dan homofon, karena kesamaan
bentuk itu dapat dilihat dari sudut
ejaan dan ucapan.
Lebih lanjut Sudjito
membagi homonim menjadi tiga, yaitu 1) homonim yang homograf, 2)
homonim yang homofon.
1. Homonim yang homograf
Berbicara tentang homograf
berarti menyoroti homonim dari segi tulisan ejaan. Homonim yang homograf
memiliki ejaan yang sama tetapi lafal dan maknanya berbeda. (Muslich, 1988 :
77)
Misalnya kata sedan
(/e/ diucapkan lemah atau pepet) yang berarti “tangis kecil” dan kata sedan
(/e/ diucapkan terang) yang berarti “sejenis mobil penumpang” (Chaer, 2002 :
97).
Kalau memeperhatikan kedua
contoh di atas, maka dapat dikatakan bahwa masalah kehomografan dalam bahasa
Indonesia, adalah karena tidak dibedakannya lambang-lambang untuk fonem /e/
yang diucapkan pepet dan fonem /e/ yang diucapkan terang, di dalam sistem ejaan
bahasa Indonesia yang berlaku sekarang.
Di dalam (Poerwadhaminta,
1984), homonim yang homograf ini diberi keterangan di belakang tiap kata-kata
tersebut. Untuk lebih jelasnya, berikut ini beberapa contoh homonim yang
homograf .
Ejaan
|
Lafal
|
Makna
|
Apel
Apel
|
/e/ pepet
/e/ terang
|
Buah
Upacara
|
Seri
Seri
|
/e/ pepet
/e/ terang
|
Cahaya
Tidak kalah tidak menang
|
Mental
Mental
|
/e/ pepet
/e/ terang
|
Memantul
Jiwa
|
2 . Homonim yang homofon
Homonim yang homofon dapat
diartikan dua kata atau lebih yang ucapannya atau pelafalannya sama tetapi
berbeda tulisannya (Muslich, 1989 : 18). Dua kata atau lebih, yang disebut
sebagai homonim tidak saja berbeda tulisannya, tetapi juga berbeda maknanya
(Arifin, 1989 : 15).
Misalnya bank dan bang yang
bunyinya persis sama, tetapi maknanya berbeda. Bank berarti “lembaga yang
mengurus lalu lintas uang”, sedangkan bang dari kata abang berarti “kakak
laki-laki”.
Berikut ini beberapa contoh homonim yang homofon :
Ucapan
|
Ejaan
|
Makna
|
Sangsi I
Sangsi II
Tang I
Tang II
Bang I
Bang II
|
Sangsi
Sanksi
Tang
Tank
Bank
Bang
|
Bimbang, ragu- ragu
Hukuman
Alat untuk menjepit atau
mencabut
Mobil untuk berperang yang
berlapis baja
Lembaga yang mengatur lalu
lintas
Kakak laki-laki
|
3 . Homonim yang homofon dan homograf
Homonim yang homofon dan
homograf memiliki kesamaan ejaan dan ucapan (Keraf, 1983 : 37). Maknanya tentu
berbeda.
Contoh-contoh homonim yang
homofon dan homograf dua kata :
Kata
|
Makna
|
Karat I
Karat II
Baku I
Baku II
Dara I
Dara II
|
Lapisan yang melekat pada
besi akibat proses kimia
Ukuran untuk menentukan
kadar emas
Pokok, inti, utama
Saling (Ngefanan, 1989 :
24)
Perawan, gadis
Burung merpati
|
Contoh-contoh
homonim yang homofon dan homograf yang terdiri dari tiga kata atau lebih :
Kata
|
Makna
|
Abu I
Abu II
Abu III
Baku I
Baku II
Baku III
Karang I
Karang II
Karang III
Karang IV
|
Ayah, bapak
Nama orang
Sisa pembakaran yang
lengkap
Menebas
Sejarah
Usus muda/usus sapi yang
sudah dimasak
Batu kapur yang terjadi
dari zat kapur
Mengarang
Tempat berkumpul
Tempat sekitar rumah
(Moelyono dkk, 1989 : 390)
|
d. Penerapan kata-kata berhomonim dalam kalimat
1. Penerapan homonim yang homofon dan
homograf ke dalam kalimat :
Karat
I :
Besi yang di depan rumah sudah berkarat.
Karat
II :
Cincin emas yang Desi pakai 24 karat.
Baku I : Kapas adalah bahan baku untuk
membuat kain.
Baku II : Dua pemuda itu baku hantam.
Dara I : Dara manis yang memakai kaos kuning
itu masih sekolah.
Dara II : Burung dara itu terbang tinggi di
angkasa.
2. Penerapan homonim yang homograf ke dalam kalimat
Apel
I (buah) : Ibu sedang membeli apel di pasar.
Apel
II (upacara) : Setiap hari pegawai negeri harus apel pagi.
Tahu
I (mengerti) : Siapa yang tahu kemana adikku pergi ?
Tahu
II (lauk) : Silahkan makan hanya dengan tahu saja.
Seret
I (tarik) : Perusuh itu diseret ke tepi lapangan.
Seret
II (lamban) : Perusahaan itu diseret dalam pembayaran pajaknya.
3. Penerapan homonim yang homofon ke dalam
kalimat
*Bank
: Bank swasta itu akhirnya
bangkrut..
Bang : Bang Ari sedang pergi ke
Jakarta.
*Sangsi : Saya merasa sangsi dengan
perkataan Edwin.
Sanksi :
Budi mendapat sanksi kurungan penjara selama lima tahun.
*Tang
: Paku itu saya cabut dengan tang.
Tank :
Tentara Irak ditembaki oleh mobil tank Amerika
IV. SIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas
maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
Homonim dibedakan dalam tiga bagian yaitu:
1. Homonim yang homograf
2. Homonim yang homofon
3.
Homonim yang homofon dan homograf
V. DAFTAR PUSTAKA
Poerwadharminta, P.J.S..
1984. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pusaka.
Keraf, Gorys. 1988. Diksi
dan Gaya Bahasa. Jakarta : Gramedia.
Aminudin, 1985. Semantik
Pengantar Studi Tentang Makna. Bandung : Sinar B.
Chaer, Abdul. 1989. Tata
Bahasa Praktis Indonesia. Jakarta : Barata Karya.
Arifin, Zaenal dkk, 1989. Cermat
Berbahasa Indonesia. Kata Mediyatama Sarana.
Muslich, Mansur. 1989. Bahasa
dan Sastra Indonesia Untuk SMA Kelas 1. Malang : IKIP.